Catatan ini bukan untuk menyinggung kepercayaan/keyakinan agama-agama di Indonesia, terutama agama Islam yang sangat sentitif membincangkan tentang Tuhan atau Allah Subhana Wataala (SWT). Tuhan itu Allah Subhana Wataala yang dirisalahkan melalui kitab-kitab suci kepada para nabi dan rasul untuk kita imani. Tuhan itu Maha Tunggal, Maha Esa. Rabbul Aalamien.
Tetapi cukupkah kita hanya mengabdi dan beriman kepada Maha Tunggal atau Maha Esa saja, maka Selamatkah kita? Pertanyaan ini menjadi alasan kuat untuk mengatakan tanpa takut, bahwa pengabdian atas keyakinan terhadap Maha Tunggal saja akan melemahkan kita menuju keselamatan.
Begitupun kepada pemeluk ajaran lainnya. Cukupkah kepada pengikut Kristen Protestan atau Katolik hanya beriman kepada Yesus dengan mengutamakan Maha Kasih dan Maha Sayang. Rahman dan Rahim saja, juga sama melemahkan kita menuju keselamatan dan kedamaian.
Bagaimana dengan Maha Besar, Maha Suci, Maha Kaya, Maha Kuasa, Maha Ilmu, Maha Bijaksana, Maha Baik, Maha Indah, Maha Pemaaf, Maha Cinta, Maha Mulia, Maha Agung, Maha Hidup dan Maha-Maha lainnya. Kemudian Maha Adil. Apakah kita mengabdi dan beriman kepada kata “Tuhan”? Atau kita mengabdi dan beriman kepada nilai-nilai tertinggi yang melekat dan tidak terpisahkan dari kata Tuhan?
Di masa kita ini, fakta menunjukkan pemeluk agama samawi hanya mengabdi dan beriman kepada nama agama. Apalagi sekedar mengabdi kepada nama Islam, nama Kristen atau nama Yahudi. Mengatasnamakan nama agama untuk saling menguasai, mengklaim kesucian, selanjutnya mereka meyakini sungguh, mereka datang untuk menyelamatkan. Padahal tidak demikian.
Ajaran Islam mengajarkan umatnya untuk bergerak dari luar menuju inti agama. Inti agama itu ialah Tuhan, menyaksikan Tuhan. Begitupun dengan Kristen dan Yahudi, inti dari Kristen adalah merasakan hadirnya Tuhan dalam kidung tubuh, logika dan jiwa. Tidak lengkap sebuah metode apabila akhirnya kita tidak melihat atau merasakan hadirnya Tuhan.
Terus menerus kita diajak dengan metode berbeda-beda untuk mengabdi kepada Tuhan. Kemudian sungguh bodoh, kita membunuh untuk menegaskan bahwa kita sangat benar dan terpilih. Padahal di Abraham/Ibrahim saja, Islam, Kristen, Yahudi telah bertemu. Perbedaan hingga melahirkan perang dengan berbagai penderitaan hanya dipicu oleh metode. Tata cara untuk menghadirkan Tuhan.
Selama ini kita berdebat kusir tentang tuhan. Masing – masing meyakini, apa yang diyakini benar. Tanpa sadar kita telah merakit agama dan keyakinan teologis menjadi bom waktu untuk siap meledak. Islam bangga mendapatkan muallaf, Kristen senang ada murtad dari Islam. Masing – masing agama mencari pengaruh di dunia. Negara-negara Islam yang tidak sefaham dengan negara dominan Kristen yang mengatasnamakan demokrasi dan hak azasi manusia, dibombardir. Nostalgia perang salib terus berkobar. Setiap hari pasti ada korban jiwa karena agresi dan ambisi.
Puaskah kita apabila umat Islam seluruhnya di bumi dibantai. Kita akan masuk surga apabila umat Yahudi berpindah agama semuanya menjadi Islam. Ada kedamaian bila hanya ada pemeluk Kristen di bumi. Apakah tuhan dalam namanya menyebut dirinya Maha Berperang, Maha Membunuh. Sekali lagi perbedaan kita tidak pada inti ajaran agama. Kita saling membantai karena kita tidak memahami inti dari agama yang kita yakini. Kita dipengaruhi musuh bersama manusia, nilai-nilai negatif yang berlawanan dengan Tuhan. Berarti kita tidak menjalankan agama, kita tidak beragama. Agama dipertontonkan sebagai alat untuk mengacaukan bumi.
Maka bumi harus diselamatkan. Tidak perlu pemeluk agama terutama Islam, Kristen dan Yahudi meninggalkan metode untuk menghadirkan keyakinan kepada Tuhan. Temukan saja substansi terdalam dari Islam, Kristen dan Yahudi. Sebab pada simpul tersebut, semua agama, ideologi dan teologi serta apa saja menyatu. Untuk kedamaian hakiki.
Kata Bijak Pak Mario
Senin, 06 Juni 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar