TUHAN… Ampuni dosa-dosa yang terkadang aku tidak tahu kalau itu dosa… Tuntun dan bimbinglah aku ke jalanMU yang lurus ini, Bimbinglah diri yang lemah ini agar tetap lurus dalam BERGURU Serta tuntun juga orang-orang yang selalu besertaku dalam membesarkan namaMU Terima kasih atas semua karunia yang ENGKAU berikan hingga usiaku yang ke sekian Tahun nya
TUHAN… Jangan ENGKAU berikan kekayaan yang membuat aku sombong Jangan ENGKAU berikan kemulyaan yang membuat aku lalai Jangan ENGKAU berikan kekuatan yang membuat aku angkuh Jangan ENGKAU berikan kesenangan yang membuat aku lupa Jangan ENGKAU berikan kenikmatan yang membuat aku kufur Jangan ENGKAU berikan tahta yang membuat aku terpedaya Jangan ENGKAU berikan pahala yang membuat aku tidak ihklas.
Kata Bijak Pak Mario
Selasa, 23 Agustus 2011
Jejak cinTa SanG Sufi
Tidaklah mudah mendefinisikan kehadiran seorang dalam hidup kita lewat sepotong atau sederet kata-kata, sementara kehadirannya sendiri, entah bagaimana membawa begitu banyak perbendaharaan pengalaman. Ada hasrat untuk dekat dalam penyatuan kasih dan sayang yang teramat kuat, bahkan dalam keadaan yang sebenarnya tidak kita inginkan. Ada pemberian yang tak tertakar dan permintaan tak terbatas. Ada semangat, kesadaran, dan pencerahan yang membuat kita seakan kita terlahir kembali sebagai pribadi yang baru. Ada makna yang bisa diambil di belakang peristiwa. Ada pengaduan di serambi rumah Tuhan. Ada air mata, kebahagiaan, sakit, dan segalanya menjadi mungkin. Hanya gambaran, barangkali inilah yang kita temukan manakala kita bermaksud mendefinisikan cinta, dan yang namanya penggambaran, sudah barang tentu memiliki perbedaan. Karena gambaran ini terkait erat dengan masalah kesadaran, pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman masing-masing orang.
Senin, 22 Agustus 2011
Tentang Allah, Tauhid, dan Manunggaling Kawula-Gusti 3
15.“Syukur kalo saya sampai tiba di alam kehidupan yang sejati. Dalam alam kematian ini saya kaya akan dosa. Siang malam saya berdekatan dengan api neraka. Sakit dan sehat saya temukan di dunia ini. Lain halnya apabila saya sudah lepas dari alam saya kematian ini. Saya akan hidup sempurna, langgeng tiada ini itu.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh VI Pangkur, 20-21). Dalam prespektif kemanunggalan, dunia adalah alam kematian yang sesungguhnya, dikarenakan roh Ilahinya terpenjara dalam badan wadagnya. Dengan badan wadag yang berhias nafsu itulah, terjadi dosa manusia. Sehingga keberadaan manusia di dunia penuh dengan api neraka. Ini sangat berbeda kondisinya dengan alam setelah manusia memasuki pintu kematian. Manusia akan manunggal di alam kehidupan sejati setelah mengalami mati. Disanalah ditemukan kesejatian Diri yang tidak parsial. Dirinya yang utuh, sempurna, dengan segala kehidupan yang juga sempurna.
16.“Menduakan kerja bukan watak saya! Siapa yang mau mati! Dalam alam kematian orang kaya akan dosa! Balik jika saya hidup yang tak kenal ajal, akan langgeng hidup saya, tidak perlu ini itu. Akan tetapi bila saya disuruh milih hidup atau mati saya tidak sudi! Sekalipun saya hidup, biar saya sendiri yang menentukan! Tidak usah Walisanga memulangkan saya ke alam kehidupan! Macam bukan wali utama saya ini, mau hidup saja minta tolong pada sesamanya. Nah marilah kamu saksikan! Saya akan pulang sendiri ke alam kehidupan sejati.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh VIII Dandanggula, 14-16). Karena kematian hanya sebagai pintu bagi kesempurnaan hidup yang sesungguhnya, maka sebenarnya kematian juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari keberadaan manusia sebagai pribadi. Oleh karena itu, kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan bukan sesuatu yang bisa dipilih orang lain. Kematian adalah hal yang muncul dengan kehendak Pribadi, menyertai keinginan pribadi yang sudah berada dalam kondisi manunggal. Oleh karena itu, dalam sistem teologi Syekh Siti Jenar, sebenarnya tidak ada istilah “dimatikan” atau “dipulangkan”, baik oleh Allah atau oleh siapapun. Sebab dalam hal mati ini, sebenarnya tidak ada unsur tekan-menekan atau paksaan. Pintu kematian adalah sesuatu hal yang harus dijalani secara sukarela, ikhlas, dan harus diselami pengetahuannya, agar ia mengetahui kapan saatnya ia menghendaki kematiannya itu. Barulah jika seseorang memang tidak pernah mempersiapkan diri, dan tidak pernah mau mempelajari ilmu kematian, tanpa tau arahnya ke mana, dan tidak mengerti apa yang sedang dialami.
16.“Menduakan kerja bukan watak saya! Siapa yang mau mati! Dalam alam kematian orang kaya akan dosa! Balik jika saya hidup yang tak kenal ajal, akan langgeng hidup saya, tidak perlu ini itu. Akan tetapi bila saya disuruh milih hidup atau mati saya tidak sudi! Sekalipun saya hidup, biar saya sendiri yang menentukan! Tidak usah Walisanga memulangkan saya ke alam kehidupan! Macam bukan wali utama saya ini, mau hidup saja minta tolong pada sesamanya. Nah marilah kamu saksikan! Saya akan pulang sendiri ke alam kehidupan sejati.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh VIII Dandanggula, 14-16). Karena kematian hanya sebagai pintu bagi kesempurnaan hidup yang sesungguhnya, maka sebenarnya kematian juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari keberadaan manusia sebagai pribadi. Oleh karena itu, kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan bukan sesuatu yang bisa dipilih orang lain. Kematian adalah hal yang muncul dengan kehendak Pribadi, menyertai keinginan pribadi yang sudah berada dalam kondisi manunggal. Oleh karena itu, dalam sistem teologi Syekh Siti Jenar, sebenarnya tidak ada istilah “dimatikan” atau “dipulangkan”, baik oleh Allah atau oleh siapapun. Sebab dalam hal mati ini, sebenarnya tidak ada unsur tekan-menekan atau paksaan. Pintu kematian adalah sesuatu hal yang harus dijalani secara sukarela, ikhlas, dan harus diselami pengetahuannya, agar ia mengetahui kapan saatnya ia menghendaki kematiannya itu. Barulah jika seseorang memang tidak pernah mempersiapkan diri, dan tidak pernah mau mempelajari ilmu kematian, tanpa tau arahnya ke mana, dan tidak mengerti apa yang sedang dialami.
Tentang Allah, Tauhid, dan Manunggaling Kawula-Gusti 2
8.“Syekh Lemah Abang namaku, Rasulullah ya aku, Muhammad ya aku, Asma Allah itu sesungguhnya diriku; ya Akulah yang menjadi Allah ta’ala.” (Wawacan Sunan Gunung Jati terbitan Emon Suryaatmana dan T.D. Sudjana, Pupuh 38 Sinom, bait 13). Ungkapan mistik Syekh Siti Jenar tersebut menunjukkan, bahwa dalam teologi manunggaling kawula-Gusti, tidak hanya terjadi proses kefanaan antara hamba dan pencipta sebagaimana apa yang dialami oleh Bayazid al-Bustami dan Manshur al-Hallaj. Dalam kasus pengalaman mistik Syekh Siti Jenar, antara syahadat Rasul dan syahadat Tauhid ikut larut dalam kefanaan. Sehingga dalam pengalaman mistik manunggal ini, terjadi kemanunggalan diri, Rasul dan Tuhan. Suatu titik puncak pengalaman spiritual, yang sudah dialami oleh para ulama sufi sejak abad ke-9, yakni sejak fana’nya Bayazid al-Busthami, Junaid al-Baghdadi, “ana al-Haqq”-nya Manshur al-Hallaj, juga ‘Aynul Quddat al-Hamadani, dan Syaikh al-Isyraq Syuhrawardi al-Maqtul, dan akhirnya menemukan titik kulminasinya pada teologi Manunggaling Kawula-Gusti Syekh Siti Jenar.
9.“Sesungguhnyalah, Lapal Allah yaitu kesaksian akan Allah, yang tanpa rupa dan tiada tampak, membingungkan orang, karena diragukan kebenarannya. Dia tidak mengetahui akan diri pribadinya yang sejati, sehingga ia menjadi bingung. Sesungguhnya nama Allah itu untuk menyebut wakil-Nya, diucapkan untuk menyatakan yang dipuja dan menyatakan suatu janji. Nama itu ditumbuhkan menjadi kalimat yang diucapkan: “Muhammad Rasulullah”. Padahal sifat kafir berwatak jisim, yang akan membusuk, hancur lebur bercampur tanah.” “Lain jika kita sejiwa dengan Zat Yang Maha Luhur. Ia gagah berani, naha sakti dalam syarak, menjelajahi alam semesta. Dia itu Pangeran saya, yang menguasai dan memerintah saya, yang bersifat wahdaniyah, artinya menyatukan diri dengan ciptaan-Nya. Ia dapat abadi mengembara melebihi peluru atau anak sumpitan, bukan budi bukan nyawa, bukan hidup tanpa asal dari manapun, bukan pula kehendak tanpa tujuan.” “Dia itu yang bersatu padu menjadi wujud saya. Tiada susah payah, kodrat dan kehendak-Nya, pergi ke mana saja tiada haus, tiada lelah tanpa penderitaan dan tiada lapar. Kekuasan-Nya dan kemampuan-Nya tiada kenal rintangan, sehingga pikiran keras dari keinginan luluh tiada berdaya. Maka timbullah dari jiwa raga saya kearif-bijaksanaan tanpa saya ketahui keluar dan masuk-Nya, tahu-tahu saya menjumpai Ia sudah ada disana”. (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sastrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 45-48).
9.“Sesungguhnyalah, Lapal Allah yaitu kesaksian akan Allah, yang tanpa rupa dan tiada tampak, membingungkan orang, karena diragukan kebenarannya. Dia tidak mengetahui akan diri pribadinya yang sejati, sehingga ia menjadi bingung. Sesungguhnya nama Allah itu untuk menyebut wakil-Nya, diucapkan untuk menyatakan yang dipuja dan menyatakan suatu janji. Nama itu ditumbuhkan menjadi kalimat yang diucapkan: “Muhammad Rasulullah”. Padahal sifat kafir berwatak jisim, yang akan membusuk, hancur lebur bercampur tanah.” “Lain jika kita sejiwa dengan Zat Yang Maha Luhur. Ia gagah berani, naha sakti dalam syarak, menjelajahi alam semesta. Dia itu Pangeran saya, yang menguasai dan memerintah saya, yang bersifat wahdaniyah, artinya menyatukan diri dengan ciptaan-Nya. Ia dapat abadi mengembara melebihi peluru atau anak sumpitan, bukan budi bukan nyawa, bukan hidup tanpa asal dari manapun, bukan pula kehendak tanpa tujuan.” “Dia itu yang bersatu padu menjadi wujud saya. Tiada susah payah, kodrat dan kehendak-Nya, pergi ke mana saja tiada haus, tiada lelah tanpa penderitaan dan tiada lapar. Kekuasan-Nya dan kemampuan-Nya tiada kenal rintangan, sehingga pikiran keras dari keinginan luluh tiada berdaya. Maka timbullah dari jiwa raga saya kearif-bijaksanaan tanpa saya ketahui keluar dan masuk-Nya, tahu-tahu saya menjumpai Ia sudah ada disana”. (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sastrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 45-48).
Tentang Allah, Tauhid, dan Manunggaling Kawula-Gusti 1
1.“Allah itu adalah keadaanku, kenapa kawan-kawan pada memakai penghalang?… Sesungguhnya aku inilah haq Allah pun tiada wujud dua, nanti Allah sekarang Allah, tetap dzahir batin Allah, kenapa kawan-kawan masih memakai pelindung?” (Babad Tanah Sunda, Sulaeman Sulendraningrat, 1982, bagian XLIII). Ucapan spiritual Syekh Siti Jenar tersebut diucapkan pada saat para wali menghendaki diskusi yang membahas masalah Micara Ilmu tanpa Tedeng Aling-aling. Diskusi para wali diadakan setelah Dewan Walisanga mendengar bahwa Syekh Siti Jenar mulai mengajarkan ilmu ma’rifat dan hakikat. Sementara dalam tugas resmi yang diberikan oleh Dewan Walisanga hanya diberi kewenangan mengajarkan syahadat dan tauhid. Sementara menurut Syekh Siti Jenar justru inti paling mendasar tentang tauhid adalah manunggal, di mana seluruh ciptaan pasti akan kembali menyatu dengan yang menciptakan. Pada saat itu, Sunan Gunung Jati mengemukakan, “Adapun Allah itu adalah yang berwujud haq”; Sunan Giri berpendapat, “Allah itu adalah jauhnya tanpa batas, dekatnya tanpa rabaan.”; Sunan Bonang berkata, “Allah itu tidak berwarna, tidak berupa, tidak berarah, tidak bertempat, tidak berbahasa, tidak bersuara, wajib adanya, mustahil tidak adanya.”; Sunan Kalijaga menyatakan, “Allah itu adalah seumpama memainkan wayang.”; Syekh Maghribi berkata, “Allah itu meliputi segala sesuatu.”; Syekh Majagung menyatakan, “Allah itu bukan disana atau disitu, ettapi ini.”; Syekh Bentong menyuarakan, “Allah itu itu bukan disana sini, ya inilah.”; Setelah ungkapan Syekh Bentong inilah, tiba giliran Syekh Siti Jenar dan mengungkapkan konsep dasar teologinya di atas. Hanya saja ungkapan Syekh Siti Jenar tersebut ditanggapi dengan keras oleh Sunan Kudus, yang salah menangkap makna ungkapan mistik tersebut, “Jangan suka terlanjur bahasa menurut pendapat hamba adapun Allah itu tidak bersekutu dengan sesama.”
Akibat Ke Egoan Sepihak
Perpecahan dan kehancuran sering ditimbulkan karena seseorang atau sekelompok orang tidak mampu untuk memahami kaidah-kaidah Islam dalam berselisih pendapat. Yang dimaksud di sini adalah mengenal hukum-hukum berbeda pendapat antara dua orang muslim atau lebih dan efek yang timbul di balik itu. Mana saja yang boleh diperselisihkan dan mana yang tidak. Jika ada seseorang menyelisihi, bilakah penyelisihannya itu dapat ditolerir? Bilakah kita boleh memvonisnya kafir atau fasik? Apakah vonis seperti itu boleh dijatuhkan oleh siapa saja dan kapan saja? Banyak sekali orang yang tidak mengetahui perincian masalah tersebut. Bahkan ditambah lagi akibat tidak adanya pemahaman dan pengamalan yang benar tentang adab Islam yang shohih, tidak sedikit diantara kita yang merasa yakin kita benar namun dalam upaya dakwah atau penjelasan kepada orang lain sering menggunakan istilah-istilah atau intonasi yang kotor dan “kurang pada tempatnya”. Sangat sering dari sinilah muncul perpecahan yang seharusnya tidak terjadi, bahkan menjatuhkan kemulian sebuah kebenaran dan menyebabkan kehinaan karena kelemahan orang-orang yang merasa kuat dan benar tersebut.
Jumat, 19 Agustus 2011
Merenungan makna Ramadhan
Setengah perjalanan di ramadhan tahun ini telah kita lewati, namuan apakah kita telah benar-benar dapat memberi makna di bulan suci ini?
dan apakah kita dapat melakukan introspeksi diri untuk meningkatkan kualitas hubungan kita kepada Allah sang maha memiliki, hubungan dengan sesama dan hubungan dengan diri kita sendiri? bila kembali mengingat ramadhan masa kecil dulu, ramadhan begitu ditunggu, mulai dari motivasi untuk mendapatkan baju baru dikala lebaran tiba, berkompetisi dengan teman sekolah untuk dapat full melakukan ibadah puasa, dapat berkumpul bersama teman walau hanya untuk menunggu datangnya waktu berbuka, bahkan dapat mendengar cerita tentang kehabatan ramadhan yang diceritakan oleh guru agama dan guru madrasah. indah sekali jika mengingat kembali memory ramadhan masa kecil dulu, tidak peduli panas dan haus yang datang tak kenal waktu, tapi semuanya dijalankan dengan penuh semangat, walau sesekali masih mengeluh karena haus dan lapar : sesama teman pun tidak lupa sering berbincang mengenai pandangan tentang ramadhan, dari mulai ramadhan ini para penggoda setia umat manusia di ikat selama ramadhan sehingga kita berpikir tidak perlu takut terhadap makhluk yang telah berjanji akan selalu menggoda umat Adam/manusia, karena di ramadhan ini mereka di ikat dan tidak dapat menggoda bahkan dalam pengertian sederhana masa kecil dulu, tidak perlu takut untuk ditakuti karena mereka telah di ikat oleh Allah selama bulan ramadhan ini.
Kamis, 18 Agustus 2011
Makna Huruf Al-Qur'an
alif = menyimbolkan Allah sebagai tuhan yang maha esa
ب ba = Dengan sifat maha pengasih dan maha penyayang, Allah mencitakan alam semesta, dimana hanya Allah SWT yang tidak dihinggapi rasa kantuk dan berdiri sendiri menjadi penopang atasnya.(Qs. Al. Baqarah;255).
Dalam hal ini, huruf tersebut terdiri dari sebuah mangkuk yang melambangkan sebuah alam, dan sebuah titik dibawah sebagai pertanda, , Exsistensi Allah sebagai penyangga. dan yang kita tau sebuah titik dalam besaran vector adalah tetap sebagai titik, entah bagaimanapun diperbesar berapa kali, adalah tetap sebagai titik.
ت ta = setelah itu Allah SWT menciptakan mahkluk secara berpasang-pasangan.
Ø« tsa = setelah keberadaan mahkluk, maka Allah berbaik hati menuntun umat manusia diatas nya (bismillahirahman arrahim)
ج jim = sebuah sunnatullah yang telah diciptakan sebagai fundament tatanan alam semesta.
Ø ha = berlakunya sunnatullah diatas alam semesta
ب ba = Dengan sifat maha pengasih dan maha penyayang, Allah mencitakan alam semesta, dimana hanya Allah SWT yang tidak dihinggapi rasa kantuk dan berdiri sendiri menjadi penopang atasnya.(Qs. Al. Baqarah;255).
Dalam hal ini, huruf tersebut terdiri dari sebuah mangkuk yang melambangkan sebuah alam, dan sebuah titik dibawah sebagai pertanda, , Exsistensi Allah sebagai penyangga. dan yang kita tau sebuah titik dalam besaran vector adalah tetap sebagai titik, entah bagaimanapun diperbesar berapa kali, adalah tetap sebagai titik.
ت ta = setelah itu Allah SWT menciptakan mahkluk secara berpasang-pasangan.
Ø« tsa = setelah keberadaan mahkluk, maka Allah berbaik hati menuntun umat manusia diatas nya (bismillahirahman arrahim)
ج jim = sebuah sunnatullah yang telah diciptakan sebagai fundament tatanan alam semesta.
Ø ha = berlakunya sunnatullah diatas alam semesta
Selasa, 16 Agustus 2011
Pappejeppunna Ana OgiE
Jati
diri suatu suku bangsa, ditentukan oleh budaya suku bangsa itu, begitu
pula halnya dengan Suku Bugis. Budaya yang menjiwai orang orang Bugis,
bukan hanya menyangkut, adat istiadat, atau hubungan antar sesama
manusia,tapi juga hubungan manusia dengan Tuhannya. Gabungan dua kutub ,
yaitu hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan
Tuhannya, menyatu dalam jiwa manusia Bugis sebagai perwujudan
budaya,dalam kehidupan. Ada satu hal pemahaman dalam budaya mereka
ketika ia berdiri pada sebuah keyakinan dengan memegang prinsip bahwa ;
Seddimi Tau, Watanna mi maega artinya, Pada hakikatnya manusia hanya
satu, hanya raganya yang banyak. Rupanya pemahaman inilah yang kemudian
melahirkan sebuah bentuk ilmu tasawuf versi Bugis, yang disebut Ilmu
Pappejeppu. Pengertian seddimi tau atau manusia hanya satu, hanya
dipahami oleh orang orang yang mengenal dan yang mendalami ilmu
pappejeppu, Didalam ilmu pappejeppu, dikenal bahwa dalam diri manusia,
disamping raganya, juga terdapat ROH dan NYAWA,
didalam ilmu Pappejeppu,
dipahami bahwa ROH adalah percikan cahaya yang terpolarisasi dari Nur
Ilahi, sedang NYAWA adalah seberkas percikan cahaya yang terpolarisasi
dari NUR Muhammad, polarisasi kedua cahaya tersebut
kemudian bersinergi, yang melahirkan letupan yang disebut NAPAS. Peranan dan manifestasi Napas inilah yang kemudian menjadi inti ajaran ilmu pappejeppu. Dari napas tersebut kemudian memancarkan lagi gelombang magnetis ke berbagai cakrawala dari segala penjuru alam pemikiran manusia, yang kemudian melahirkan cabang cabang tempat bertenggernya ilmu pengetahuan (Science), Ilmu Pappejeppu, Ilmu Mistik, dan Ilmu mantera. Khusus untuk ilmu mistik, dan ilmu mantera, semuanya tidak terlepas dari peranan napas. Walaupun hal ini nampaknya luput dari perhatian baik yang mendalami Ilmu Tasawuf atau Sufisme, ataupun ilmu pappejeppu itu sendiri. Korelasi napas yang terpolarisasi, kedalam bentuk ilmu Mistik, dan ilmu mantera, juga memberikan inspirasi, dan analisa, bahwa peranan napas pada setiap, manusia telah memberikan keyakinan prinsip seddimi Tau atau hanya satu manusia, bagi pengamal ilmu pappejeppu, hal ini oleh penulis mencoba mengungkap, pada buku ini, pada bagian lainnya. Rupanya prinsip seddimi tau atau manusia hanya satu, kurang disosialisasikan pada masyarakat umum, hal ini mungkin karena perinsip ini memilki nilai filosofi yang mendalam sehingga tidak mudah dicerna oleh orang yang tidak memahami ilmu pappejeppu.
Selanjutnya bahwa Ilmu
Pappejeppu ini telah dikenal dikalangan orang Bugis, jauh sebelum ajaran
Islam masuk ke wilayah daerah Bugis, masuknya ajaran Islam yang,
diiringi masuknya, ajaran tasawuf dari berbagai aliran Sufi, juga banyak
mewarnai Ilmu Pappejeppu dalam berbagai kesamaan pandangan, namun
disisi lain juga banyak perbedaannya. Ketika Ilmu Tasawuf Sufisme,
menuntut manusia untuk hidup penuh kepasrahan, dan hidup Zuhud, maka
orang Bugis dengan ilmu pappejepu yang dimilkinya, justru ia harus
bangkit, dan berjuang, untuk melawan kepasrahan dan nasib, “ “
“(Sebagaimana Fiirman Allah SWT yang menyatakan Inna Laha La yugayirru
ma bi kaomeng, hatta yugayiru ma bi anfusihim, artinya, Tidaklah berubah
nasib seseorang atau kaum kecuali ia yang merubahnya,) “ hal ini guna
meningkatkan kwalitas hidupnya di dunia, dan kwalitas hidup (ROH) yang
ada pada dirinya ketika ia kembali ke Rahmatullah, sehingga orang orang
yang memahami betul ilmu Pappejeppu, ketika ia menghadapi sakratul
maut dengan berani berkata bahwa, nyawa saya tidak akan saya lepas kalau
hanya suruhannya ( Malaikatul Maut) yang datang menjemput, kecuali
dirinya, sama seperti ketika aku lahir ke Bumi melihat cahaya Dunia.
Ilmu Pappejeppu bukanlah sebuah ilmu untuk diketahui, tapi sebuah ilmu
hanya untuk dipahami. Sebagaimana pemahaman Ahli Pappejeppu, bahwa Allah
SWT, ia tidak mau diketahui, hanya ia mau dipahami.
Bangkitnya
orang Bugis untuk menentukan nasib ditangannya, tidak terlepas dari
sebuah perinsip hidup yang menjiwai mereka yang mengatakan , Resopa
temmangingngi malomo naletei pammase Dewata artinya : Hanya dengan
kerja keras secara terus menerus tanpa kenal putus asa, akan mendapatkan
Rachmat dari Allah SWT. Oleh karena itu ilmu Pappejeppu bagi orang
Bugis bukanlah ilmu Tasawuf yang menghanyutkan manusia masuk kedalam
Taqarrub untuk bertajalli, sebagai tujuan hidup, yang tidak lagi
memperdulikan kehidupan disekelilingnya. Dan pandangan mereka terhadap
orang orang yang hanyut dan tenggelam dalam taqarrub untuk bertajalli
akan menjadikan manusia tersebut hanya menjadi beban dunia. Sebaliknya
dalam ilmu pappejeppu Justru ber tajalli dalam ilmu Pappejepu bukan
tujuan, tapi ia merupakan pegangan dan bekal manusia Bugis dalam
menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Salah satu pengertian
ilmu pappejeppu tidak hanya berada dalam alam gaib, yang tidak memiliki
wujud realita tertentu, dan hanya dapat dihayati dan direnungkan dalam
aktivitas narasi manusia, tapi juga yang tak kalah pentingnya adalah
bagaimana mewujudkan sesuatu yang bermanfaat, atau sesuatu yang dapat
dipetik hasilnya dari hasil Pappejeppu yang bersumber dari pemahaman
interaksi antara manusia dengan Tuhannya. Perbedaan lain antara ilmu
tasawuf atau Sufisme dengan ilmu Pappejepu, dimana sebelum memasuki
ajaran ilmu Tasawuf atau Sufisme,terlebih dahulu seseorang harus masuk
kedalam salah satu aliran Tariqat, katakanlah aliran Tariqat yang
paling populer di Indonesia adalah aliran Naqsyabandiah, bahwa seseorang
yang masuk kedalam aliran Tariqat ini, terlebih dahulu ia harus di
bay’at, sebagai bentuk kesetiaan dan kepatuhan yang mengikat dirinya
terhadap Mursyid atau syaikh, maupun terhadap aliran itu. Disamping itu
dalam ajaran sufisme manusia hanya dituntun untuk melakukan berbagai
bentuk dzikir, utamanya dzikir yang menyangkut IZMU JALALAH, dengan
berbagai metode dan latihan. Sedang dalam menuntut ilmu Pappejeppu,
NAPAS adalah merupakan mediator satu satunya seseorang dalam
berinteraksi dengan Tuhannya. Begitupula hubungan antara murid dan guru
tidak ada suatu keterikatan, atau terhadap mursyid maupun terhadap
aliran, karena ilmu pappejeppu tidak memiliki aliran, hanya satu hal
yang menjadi Sumpah seseorang murid terhadap mursyidnya adalah sang
murid dilarang keras mengajarkan ilmu tersebut kepada siapapun tanpa ada
izin dari mursyid. Dalam ilmu pappejeppu, sebenarnya tidak dikenal Guru
dan Murid, seseorang yang mengajarkan dengan menunjukkan jalan tentang
tata cara Pappejepu, hanya sebuah panggilan, untuk berbagi ilmu.
Minggu, 14 Agustus 2011
MediTasi
Apakah Meditasi ?
Mengusahakan rumus yang pasti mengenai arti meditasi tidaklah mudah, yang dapat dilakukan adalah memberi gambaran berbagi pengalaman dari mereka yang melakukan meditasi, berdasarkan pengalaman meditasi dapat berarti :
1. Melihat ke dalam diri sendiri
2. Mengamati, refleksi kesadaran diri sendiri
3. Melepaskan diri dari pikiran atau perasaan yang berobah-obah, membebaskan keinginan duniawi sehingga menemui jati dirinya yang murni atau asli.
Tiga hal tersebut diatas baru awal masuk ke alam meditasi, karena kelanjutan meditasi mengarah kepada sama sekali tidak lagi mempergunakan panca indera ( termasuk pikiran dan perasaan ) terutama ke arah murni mengalami kenyataan yang asli.
Perlu segera dicatat, bahwa pengalaman meditasi akan berbeda dari orang ke orang yang lain, karena pengalaman dalam bermeditasi banyak dipengaruhi oleh latar belakang temperamen, watak dan tingkat perkembangan spiritualnya serta tujuan meditasinya dengan kulit atau baju kebudayaan orang yang sedang melaksanakan meditasi.
Mengusahakan rumus yang pasti mengenai arti meditasi tidaklah mudah, yang dapat dilakukan adalah memberi gambaran berbagi pengalaman dari mereka yang melakukan meditasi, berdasarkan pengalaman meditasi dapat berarti :
1. Melihat ke dalam diri sendiri
2. Mengamati, refleksi kesadaran diri sendiri
3. Melepaskan diri dari pikiran atau perasaan yang berobah-obah, membebaskan keinginan duniawi sehingga menemui jati dirinya yang murni atau asli.
Tiga hal tersebut diatas baru awal masuk ke alam meditasi, karena kelanjutan meditasi mengarah kepada sama sekali tidak lagi mempergunakan panca indera ( termasuk pikiran dan perasaan ) terutama ke arah murni mengalami kenyataan yang asli.
Perlu segera dicatat, bahwa pengalaman meditasi akan berbeda dari orang ke orang yang lain, karena pengalaman dalam bermeditasi banyak dipengaruhi oleh latar belakang temperamen, watak dan tingkat perkembangan spiritualnya serta tujuan meditasinya dengan kulit atau baju kebudayaan orang yang sedang melaksanakan meditasi.
Selasa, 09 Agustus 2011
Sejarah Usman Balo
Usman Balo adalah salah seorang tokoh pejuang kemerdekaan di
Sulawesi Selatan. Selain karena keberaniannya dalam melawan penjajah,
Usman Balo juga terkenal karena memiliki 108 orang isteri, meskipun
demikian, Usman Balo punya prinsip yang patut diteladani, beliau sangat
pantang bercinta atau menggauli wanita jika belum ia nikahi.
Pada jamannya, Usman Balo sangat disegani dan ditakuti baik oleh sesama pejuang ataupun oleh kompeni Belanda. Saat itu banyak desa yang diobrak-abrik oleh penjajah, namun desa-desa dimana terdapat keluarga korban tidak pernah disinggahi oleh penjajah. Dengan alasan tersebut almarhum mulai menikahi gadis-gadis hampir di setiap desa. Usman Balo meninggalkan 26 orang anak, dan lebih 100 orang cucu serta puluhan orang cicit.
Pejuang kharismatik ini dikenal berani, teguh dan penuh dedikasi serta pantang menyerah dan menyandang pangkat terakhir Kapten TNI AD. Pria berjuluk ‘Balo’na Sidenreng’ ini menyandang sejumlah piagam tanda jasa. Almarhum adalah rekan seperjuangan tokoh Sulsel lainnya Brigjen TNI (Purn) Andi Sose, dan mantan Gubernur Sulsel Brigjen TNI (Purn) Andi Oddang.
Pada jamannya, Usman Balo sangat disegani dan ditakuti baik oleh sesama pejuang ataupun oleh kompeni Belanda. Saat itu banyak desa yang diobrak-abrik oleh penjajah, namun desa-desa dimana terdapat keluarga korban tidak pernah disinggahi oleh penjajah. Dengan alasan tersebut almarhum mulai menikahi gadis-gadis hampir di setiap desa. Usman Balo meninggalkan 26 orang anak, dan lebih 100 orang cucu serta puluhan orang cicit.
Pejuang kharismatik ini dikenal berani, teguh dan penuh dedikasi serta pantang menyerah dan menyandang pangkat terakhir Kapten TNI AD. Pria berjuluk ‘Balo’na Sidenreng’ ini menyandang sejumlah piagam tanda jasa. Almarhum adalah rekan seperjuangan tokoh Sulsel lainnya Brigjen TNI (Purn) Andi Sose, dan mantan Gubernur Sulsel Brigjen TNI (Purn) Andi Oddang.
Langganan:
Postingan (Atom)